Pertama kali mendengar namanya, kami masih sangat asing dan sama sekali yang tidak mengerti bentuk dan wujudnya. Setelah mencari informasi dari masyarakat Sumenep, kami menemukan tujuan yakni di wilayah Parsanga. Menggunakan becak, kami sampai disana pukul 6 malam dan memang di Parsanga terdapat 15 penjual Apen berjajar dengan jarak kurang lebih 10-15 meter.
Masyarakat di Sumenep mengatakan Apen seperti Serabi Jawa. Saya sudah membayangkan serabi serabi dan serabi, namun setelah menemukan wujud aslinya.. taraaaaa…
![]() |
inilah bentuknyaaa.. |
Dari bentuknya memang terlihat seperti serabi, namun rasanya agak sedikit berbeda karena pembuatan serabi menggunakan kelapa muda dan garam, sedangkan Apen tidak..
Membuat Apen memerlukan keahlian khusus karena terbilang cukup sulit. Narasumber kami merupakan generasi ke 8 dari nenek moyang nya yang juga penjual Apen. Keahlian Apen sepertinya memang lahir secara turun temurun sehingga tidak sembarang orang bisa, apabila orang biasa, Apen yang dihasilkan tidak sekenyal yang seharusnya. Itulah mengapa hanya ada 15 penjual Apen di Parsanga. Masyarakat Sumenep kebanyakan membuat Apen sendiri saat ada hari-hari besar tertentu, namun mereka mengaku memang Apen buatannya tidak seenak para penjual Apen.
Pembuatan Apen dahulu masih menggunakan alat yang sederhana seperti berikut ini :
![]() |
masih sangat tradisional ya... |
Saat ini sudah lebih modern menggunakan alat ini :
![]() |
sedikit modern lah yaaa... |
Toko Apen yang juga bersebelahan dengan rumah pemiliknya ini hanya berukuran kecil
![]() |
setelah dimasak, apen disajikan dengan kuahnya di meja ini :D |
![]() |
warung Apen tampak depan.. |
![]() |
warung Apen tampak dalam |
Meski begitu, penjual Apen tidak ingin memperbesar tokonya.. narasumber juga menyatakan pernah mendapat tawaran untuk menjual Apen di Jakarta, namun beliau tidak memiliki pengganti untuk berjualan di Sumenep. Mengapa tidak memiliki pengganti? Kembali ke permasalah awal, karena tidak adanya masyarakat yang memiliki keahlian membuat Apen.
Kami sebagai mahasiswa Komunikasi melihat fenomena seperti ini merasa ada beberapa hal yang menjadikan Apen hanya dikenal masyarakat Sumenep saja. Berikut alasannya :
1. Hanya ada masyarakat tertentu yang memiliki keahlian membuat Apen
2. Tidak ada keinginan untuk memperbesar toko dan memperluas penjualan
3. Tidak adanya turut campur Pemerintah untuk melestarikan kuliner Apen
4. Bentuk toko, dapur, dan kebersihan yang masih jauh dari standarisasi
Mungkin itu dulu ya seputar kuliner khas Apen, check the another out ;D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar