Minggu, 08 Januari 2012

Kaldu Kokot

Sebelum kami menginjakkan kaki ke pulau Madura, kami mendengar satu kuliner yang paling terkenal di Sumenep madura yakni Kaldu Kokot
mendengar itu kami sama sekali tidak tahu bentuk dari kaldu kokot. setelah kami searching, ternyata seperti ini :


terlihat seperti bubur kacang hijau ya? hehe



penampakan kaldu kokot 

Setelah sampai di Madura, kami mendapat informasi mengenai kaldu kokot di kalianget dan di belakang museum keraton Sumenep. Pertama kami menuju kaldu kokot yang berada di daerah kalianget. dan inilah kaldu kokot kamii :

Kaldu Kokot Kalianget
Setelah kami mencoba, kuah nya sangat kental kemudian komposisinya kacang hijau, singkong goreng, lontong dan taburan bawang goreng. rasanya sedap apalagi disajikan dengan banyak bawang goreng, namun  menurut kami kuahnya terlalu kental mungkin karena terlalu banyak kacang hijau di dalamnya.

uniknya, dalam depot ini, ada  lampu seperi lampu minyak tanah atau semacamnya, seperti ini:


lampu :)
Lampu ini menyala bersamaan dengan buka nya depot kaldu kokot ini, saat kaldu kokotnya habis, lampu ini mati untuk memberi tanda pada masyarakat sekitar yg ingin membeli. unik ya?
bagi anda yang ingin mencoba, diwajibkan kesini ;)

Esoknya kami mencoba kaldu kokot lain di belakang museum keraton tepatnya di Jl Dr Wahidin

ini dia tempatnya :)

suasana di dalam rumah makan

pelayan menyajikan kaldu kokot

ini kaldu kokot kamii :D

yummy ;p
tidak seperti depot sebelumnya, dirumah makan ini menyajikan kaldu kokot dalam 4 piring berisi lontong, singkong goreng, bumbu kacang, dan kaldu kokot itu sendiri. Disini kuahnya tidak terlalu kental namun tetap enak. paduan singkong goreng yang diberi bumbu kacang juga menambah cita rasa unik dari kaldu kokot ini. 

setelah makan, kami menelusuri dapur rumah makan ini 





silahkan mencobaa :D

Sabtu, 07 Januari 2012

Sate Sumenep Madura

Kami penasaran sekali untuk mencoba kuliner yang satu ini. 
Dengar dengar dari seorang warga Sumenep, ada sate madura yang ciamik di 
Jl.Raya Bluto namanya Depot Sate 35 Bluto.
Sesampainya kami disana, terdapat kurang lebih 3 penjual sate sumenep madura, namun kami tetap masuk ke depot sate 35 Bluto. Disana terdapat menu sate ayam, sate kambing, sate daging, gule kambing, dan juga rawon. inilah suasana di dalam depot :

para konsumen menikmati sate madura

ukuran tempat yang tidak terlalu luas dan tidak telalu sempit

menunggu pesanan sate

pelayan mengantarkan pesanan
Kami mencoba melihat dapur di dalamnya :

tempat memasak sate madura

kompornya :D
Kami mulai memesan sate madura Bluto dan inilah diaa :

ini sate kamii :D

sate daging, nasi, ditambah gule. yummy 
Setelah mencoba,wow, perfect.
dagingnya berukuran besar sehingga membuat kami puas :D selain itu empuk dan bumbunya sangat meresap. highly recommended !
bagi anda pencinta gule juga dianjurkan mencoba disini.. nggak bakalan rugi.
gabungan antara manisnya sate dan gurihnya gule sungguh menyatu..

dan setelah kami puas makan, kami melihat ada ini :

wuhuu ternyata sate yang satu ini masuk dalam Jawa Pos

Selasa, 27 Desember 2011

SOTO MADURA

Siapa yang tidak tahu soto Madura? Mendengar itu, di benak kami langsung sekejab membayangkan berbagai soto Madura yang dijual di Surabaya seperti ini :




Lalu bagaimana bentuk soto Madura yang berada di Sumenep? Kami mendapat informasi mengenai soto asli Sumenep Madura, dan akhirnya kami menemukannya. Jujur kami kaget dengan bentuk sesungguhnya soto asli Sumenep Madura,




Satu yang paling berbeda adalah kuahnya. Tidak seperti soto Madura sebelumnya yang kaldunya sangat kuat, ini bahkan bening seperti kuah sop. Wow
Perbedaan tersebut bukan berarti merusak cita rasa soto ini, bahkan memberi rasa unik dan menarik dengan komposisi lontong, tauge, bihun, ayam suwir, telur rebus, dan sayuran yang kami tidak tahu namanya. Lebih menariknya lagi, dalam penyajian, penjual memberi kecap sehingga kuah menjadi hitam dan manis. Hmmm sedap



Namun, yang (lagi-lagi) kami tidak mengerti, mengapa penjual soto ini hanya bermodalkan gerobak saja.




Saat ditanya mengapa tidak membuka toko, narasumber hanya menjawab tidak ingin. Dia hanya ingin usahanya berjalan seperti itu. Bahkan saat ditanya harapan yang ingin disampaikan ke pemerintah, beliau tidak memiliki harapan apapun..
Baiklah, semangat pak :D

Besoknya saat rombongan kami pulang ke Surabaya, kami singgah untuk makan siang di depot soto daerah pamekasan. Kami menebak-nebak bagaimana bentuk soto kali ini, ternyata seperti ini :




Komposisinya tidak jauh berbeda yakni lontong, tauge, suwiran ayam, telur rebus dan ketambahan kentang rebus dan uniknya lagi ada remukan krupuk yang diletakkan diatas kuah.. yummy.. bedanya lagi, tidak ada kecap disini hehe dan juga di pamekasan ini, tempat berjualannya berbentuk depot sehingga dapat menampung banyak orang untuk makan.

SELAMAT MENCOBAAA :D

RUJAK MADURA

Rujak Madura ini bukan semacam rujak cingur, namun rujak manis yang terdiri dari berbagai macam buah-buahan. Berikut tampilannya :

rujak manis di malam hari

rujak manis di siang hari


Sekilas tidak ada perbedaan dengan rujak manis lainnya di Jawa, buah-buahannya terdiri dari pepaya, mangga muda, bengkuang, nanas, timun, dan kedondong (tidak ada tahu). namun perlu dicermati, ada beberapa hal yang berbeda, petis yang digunakan asli petis Madura yang rasanya memang lebih lezat. Kemudian buah-buahan yang digunakan juga asli dari Madura (tidak ada yang import dari kota lain). Kandungan air di tanah di Sumenep memang lebih sedikit sehingga membuat buah”annya memiliki rasa berbeda namun tidak kalah enaknya.

Namun tetap ada beberapa kelemahan dalam penjualan Rujak Madura ini, berikut diantaranya:
1.      Kami hanya bisa menemukan Rujak Madura ini di alun-alun
2.      Penjual hanya menggunakan gerobak kecil seperti ini
salah satu penjual rujak manis di alun-alun sumenep

3.      Tidak ada pelestarian dari Pemerintah



Sekian dulu untuk RUJAK SUMENEP, lanjuttttt yuuuk :D

APEN

Pertama kali mendengar namanya, kami masih sangat asing dan sama sekali yang tidak mengerti bentuk dan wujudnya. Setelah mencari informasi dari masyarakat Sumenep, kami menemukan tujuan yakni di wilayah Parsanga. Menggunakan becak, kami sampai disana pukul 6 malam dan memang di Parsanga terdapat 15 penjual Apen berjajar dengan jarak kurang lebih 10-15 meter.
Masyarakat di Sumenep mengatakan Apen seperti Serabi Jawa. Saya sudah membayangkan serabi serabi dan serabi, namun setelah menemukan wujud aslinya.. taraaaaa…

inilah bentuknyaaa..

Dari bentuknya memang terlihat seperti serabi, namun rasanya agak sedikit berbeda karena pembuatan serabi menggunakan kelapa muda dan garam, sedangkan Apen tidak..

Membuat Apen memerlukan keahlian khusus karena terbilang cukup sulit. Narasumber kami merupakan generasi ke 8 dari nenek moyang nya yang juga penjual Apen. Keahlian Apen sepertinya memang lahir secara turun temurun sehingga tidak sembarang orang bisa, apabila orang biasa, Apen yang dihasilkan tidak sekenyal yang seharusnya. Itulah mengapa hanya ada 15 penjual Apen di Parsanga. Masyarakat Sumenep kebanyakan membuat Apen sendiri saat ada hari-hari besar tertentu, namun mereka mengaku memang Apen buatannya tidak seenak para penjual Apen.


Pembuatan Apen dahulu masih menggunakan alat yang sederhana seperti berikut ini :
masih sangat tradisional ya...
Saat ini sudah lebih modern menggunakan alat ini :
sedikit modern lah yaaa...
Toko Apen yang juga bersebelahan dengan rumah pemiliknya ini hanya berukuran kecil



setelah dimasak, apen disajikan dengan kuahnya di meja ini :D


warung Apen tampak depan..


warung Apen tampak dalam
Meski begitu, penjual Apen tidak ingin memperbesar tokonya.. narasumber juga menyatakan pernah mendapat tawaran untuk menjual Apen di Jakarta, namun beliau tidak memiliki pengganti untuk berjualan di Sumenep. Mengapa tidak memiliki pengganti? Kembali ke permasalah awal, karena tidak adanya masyarakat yang memiliki keahlian membuat Apen.

Kami sebagai mahasiswa Komunikasi melihat fenomena seperti ini merasa ada beberapa hal yang menjadikan Apen hanya dikenal masyarakat Sumenep saja. Berikut alasannya :
1.      Hanya ada masyarakat tertentu yang memiliki keahlian membuat Apen
2.      Tidak ada keinginan untuk memperbesar toko dan memperluas penjualan
3.      Tidak adanya turut campur Pemerintah untuk melestarikan kuliner Apen
4.      Bentuk toko, dapur, dan kebersihan yang masih jauh dari standarisasi

Mungkin itu dulu ya seputar kuliner khas Apen, check the another out ;D

INTRODUCTION

16 Desember merupakan hari yang sangat-sangat melelahkan bagi kami para mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga yang mengambil mata kuliah Komunikasi dan Modernisasi. Betapa tidak, kami menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam dari Surabaya untuk dapat menginjak kabupaten Sumenep, Madura. 

Sebelumnya, kami menyebrang jembatan Surabaya-Madura (Suramadu), melewati Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, hingga akhirnya sampai di Kabupaten Sumenep. Konon kabarnya, Kabupaten Sumenep merupakan wilayah yang paling ‘santun’ atau masih menjujung tinggi adat istiadat. Namun sayang, disini kelompok kami tidak akan mendalami lebih jauh mengenai adat istiadat seperti keraton Sumenep dan lain lain, melainkan mendalami bagaimana sih makanan kuliner khas Sumenep? 

Udah nggak sabar nih mencicipi kulinernya…. Langsung aja yuukkkk ;p